TVBERITANEWS.COM, JAKARTA- Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mendesak pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
Hal itu ia sampaikan menyusul kasus penyelewengan dana oleh lembaga Filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kronologi ACT Diduga Selewengkan Dana Ahli Waris Korban Lion Air
"Seharusnya momentum ini pemerintah dan DPR buru-buru koreksi undang-undangnya dibuat sistem lebih akuntabel," kata Bivitri dalam diskusi daring, Sabtu (9/7).
Bivitri berpandangan keputusan Kementerian Sosial (Kemensos) dengan mencabut izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT tidak menyelesaikan masalah. Sebab, UU yang digunakan sebagai acuan sudah lawas.
"Respons pemerintah harusnya tidak sekedar cabut izin itu tidak menyelesaikan masalah," kata dia.
Selain itu, orang yang diduga menyelewengkan dana juga sudah disuruh mundur dan masih bisa membuat organisasi baru.
ACT Diduga Pangkas Dana CSR 20 Persen untuk Bayar Gaji Pengurus
Menurut dia, pemerintah harus hadir dalam permasalahan tersebut dengan mengubah undang-undang terkait pengumpulan sumbangan.
Terlebih, lembaga filantropi menjadi salah satu aspek yang membantu pemerintah dalam membantu masyarakat yang kesulitan.
"Filantropi itu esensial untuk demokrasi, karena sebenarnya filantropi membagi pertanggungjawaban dengan pemerintah yang tujuan negara pasti salah satunya di pembukaan UUD 1945 mencegah kesusahan rakyat," ucap dia.
"Itu beban bukan hanya di pemerintah dibagi oleh sektor filantropi, makanya pemerintah harus membantu filantropi dengan cara membuatnya lebih akuntabel karena ini kerja bareng antara pemerintah dengan masyarakat melalui lembaga filantropi," imbuhnya.
Muhammadiyah Sebut Lembaga Filantropi Perlu Diawasi, Buntut Kasus ACT
Sejumlah petinggi ACT diduga menyelewengkan dana donasi. Uang donasi yang disalurkan ACT tidak sesuai dengan jumlah yang digalang. Uang itu mengalir ke segala arus, termasuk ke dompet para petinggi.
Terkait hal ini, ACT mengakui pihaknya mengambil lebih dari 12,5 persen donasi sebagai dana operasional lembaga. Padahal, berdasarkan Fatwa MUI No. 8 Tahun 2011, amil zakat hanya boleh menerima 1/8 atau sekitar 12,5 persen dari hasil yang diterima.
Sementara itu, Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan menyatakan bahwa sumbangan dari publik yang boleh diambil maksimal 10 persen.
Buntut kasus itu, Kemensos mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT.
sumber : CNNIndonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar